Rabu, 27 Juni 2012

Peranan Bank Indonesia dalam Perkembangan Laju Inflasi

BAB I
PENDAHULUAN

I.         Latar Belakang
Dalam periode mendatang, Indonesia diprediksi akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang makin meningkat, pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, dan dinamika masyarakat yang semakin beraneka ragam. Budaya konsumtif di dalam kehidupan masyarakat pelan-pelan mulai terbentuk. Tak jarang kini banyak kalangan masyarakat yang lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Ditambah lagi dengan masih banyaknya manusia miskin dan pengangguran di negeri ini. Tingginya permintaan barang dan jasa oleh masyarakat yang relatif lebih tinggi dari ketersediaannya tentu saja dapat  menimbulkan inflasi. Inflasi ini disebut juga dengan inflasi permintaan (demand pull inflation). Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, maka pemerintah wajib melakukan salah satu syaratnya yaitu kestabilan inflasi. Kestabilan ini diharapkan nantnya dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan masyarakat akan terus menurun, sehingga standar hidup dari masyarakat pun turun dan akhirnya akan menjadikan semua orang, terutama orang-orang miskin, bertambah miskin. Selain hal tersebut, keadaan inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Dari pengalaman yang sudah-sudah menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, maupun produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Tulisan ini akan menjelaskan tentang bagaimana peranan Bank Indonesia selaku lembaga negara dan bank sentral di Indonesia pengendalian inflasi. Bank Indonesia fokus pada pencapaian sasaran tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai aspek perkembangan laju inflasi.

BAB II
PEMBAHASAN

1.   Landasan Teori
Dalam ilmu ekonomi, inflasi merupakan proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan inflasi. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara bertahap. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tentang tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, ketika keadaan tingkat harga dianggap tinggi belum tentu hal tersebut menunjukan inflasi. Inflasi juga merupakan suatu indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. CPI (consumer price index) atau indeks harga konsumen adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Untuk memperkirakan nilai IHK pada masa depan, ekonom menggunakan indeks harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat produknya. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota. Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
  1. Kelompok Bahan Makanan
  2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
  3. Kelompok Perumahan
  4. Kelompok Sandang
  5. Kelompok Kesehatan
  6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
  7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
 Sedangkan GDP Deflator atau deflator PDB adalah rasio antara PDB riil dengan PDB nominal, dikalikan 100. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. PDB merupakan singkatan dari produk domestik bruto (PDB)—jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Inflasi ditimbulkan karena adanya tekanan dari sisi cost push inflation, dari sisi permintaan, dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah, dan terjadinya bencana alam yang berakibat terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi inflasi permintaan adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang. Contohnya saja pada saat menjelang hari-hari besar seperti lebaran, natal, dan tahun baru. Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari tersebut cenderung meningkat. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. 

 2. Ulasan
Tujuan Bank Indonesia adalah fokus pada pencapaian sasaran tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, diantara lain pada perkembangan laju inflasi. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan terhadap kondisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan, karena faktor ini bersifat sementara yang akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan seperti yang kerap terjadi yakni kenaikan harga minyak dunia dan adanya musibah gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK. Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.
Dengan mempertimbangan bahwa laju inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut, maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi. Kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral sudah selayaknya dilakukan oleh pemerintah bersama Bank Indonesia demi tercapainya sasaran inflasi. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Saat ini secara teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggotanya terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan tim ini diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI ini diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi baik pusat maupun daerah sehingga inflasi yang rendah dan stabil akan tercapai. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan dapat terwujud seperti yang diharapkan.
Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah telah menetapkan target inflasi untuk tahun 2013, 2014, dan 2015. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012,  sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode tiga tahun mendatang , masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4%  dengan deviasi masing-masing ±1%.
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan. Dengan demikian tingkat inflasi diharapkan dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut, melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Upaya pemerintah untuk mengendalikan inflasi agar tetap rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan di atas.
Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi sebenarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sendiri, namun setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Berikut adalah perbandingan target inflasi dan aktual inflasi dalam periode sebelas tahun terakhir serta laporan inflasi (Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi tahunan.
Tabel 1. Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Tahun
Target Inflasi
Aktual Inflasi (%,yoy)
2001
4% - 6%
12,55
2002
9% - 10%
10,03
2003
9 ± 1%
5,06
2004
5,5 ± 1%
6,40
2005
6 ± 1 %
17,11
2006
8 ± 1%
6,60
2007
6 ± 1%
6,59
2008
5 ± 1%
11,06
2009
4,5 ± 1%
2,78
2010
5 ± 1%
6,96
2011
5 ± 1%
3,79
*) berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012.
sumber : http://www.bi.go.id
            Dari tabel di atas terlihat bahwa angka inflasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari tergetnya di tahun 2001, 2005, dan 2008. Di tahun 2001 terjadi kenaikan yang signifikan dari tergetnya dimungkinkan karena masih dalam proses kestabilan harga pasca krisis yang melanda di era awal reformasi. Ketika itu masyarakat dihadapkan dengan keadaan harga-harga yang terus berubah dan meningkat sehingga masyarakat tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot. Di tahun 2005, seperti yang kita ketahui bersama terjadi kejutan kenaikan harga minyak dunia dan menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Demikian pula yang terjadi di tahun 2008, yang menyebabkan harga-harga barang di masyarakat mengalami kenaikan.
Tabel 2. Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
Periode
Tingkat Inflasi
Mei 2012
4.45 %
April 2012
4.50 %
Maret 2012
3.97 %
Februari 2012
3.56 %
Januari 2012
3.65 %
Desember 2011
3.79 %
November 2011
4.15 %
Oktober 2011
4.42 %
September 2011
4.61 %
Agustus 2011
4.79 %
Juli 2011
4.61 %
Juni 2011
5.54 %
Mei 2011
5.98 %
April 2011
6.16 %
Maret 2011
6.65 %
Februari 2011
6.84 %
Januari 2011
7.02 %
Desember 2010
6.96 %
November 2010
6.33 %

Tabel 3. Inflasi dan IHK Indonesia Tahun 2008 - 2012 Menurut Bulan   
BULAN
TAHUN 2008
TAHUN 2009
TAHUN 2010
TAHUN 2011
TAHUN 2012
IHK
INFLASI
IHK
INFLASI
IHK
INFLASI
IHK
INFLASI
IHK
INFLASI
Jan
158.26
1.77
113.78
-0.07
118.01
0.84
126.29
0.89
130.90
0.76
Feb
159.29
0.65
114.02
0.21
118.36
0.30
126.46
0.13
130.96
0.05
Mar
160.81
0.95
114.27
0.22
118.19
-0.14
126.05
-0.32
131.05
0.07
Apr
161.73
0.57
113.92
-0.31
118.37
0.15
125.66
-0.31
131.32
0.21
Mei
164.01
1.41
113.97
0.04
118.71
0.29
125.81
0.12
131.41
0.07
Jun
110.08
2.46
114.10
0.11
119.86
0.97
126.50
0.55
N.A
N.A
Jul
111.59
1.37
114.61
0.45
121.74
1.57
127.35
0.67
N.A
N.A
Agt
112.16
0.51
115.25
0.56
122.67
0.76
128.54
0.93
N.A
N.A
Sep
113.25
0.97
116.46
1.05
123.21
0.44
128.89
0.27
N.A
N.A
Okt
113.76
0.45
116.68
0.19
123.29
0.06
128.74
-0.12
N.A
N.A
Nov
113.90
0.12
116.65
-0.03
124.03
0.60
129.18
0.34
N.A
N.A
Des
113.86
-0.04
117.03
0.33
125.17
0.92
129.91
0.57
N.A
N.A
Tahunan

11.06

2.78

6.96

3.79

1.15
Adapun tujuan Bank Indonesia seperti yang telah dijelaskan di awal ulasan ini salah satunya adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud di sini antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter. Kerangka kebijakan ini disebut juga dengan istilah Inflation Targeting Framework dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Kerangka kebijakan ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer  sebagai sasaran kebijakan moneter.   Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut.  
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter, seperti uang beredar atau suku bunga, dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  telah ditetapkan oleh Pemerintah.  Pengendalian  sasaran-sasaran tersebut secara operasional dilakukan dengan operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Selain itu, Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan prinsip Syariah.
Demi mencapai sasaran inflasi, maka kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Selain melalui evaulasi, transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik juga diterapkan dalam kebijakan ini. Kebijakan moneter juga tercermin dalam penetapan suku bunga kebijakan  (BI rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi inflasi. 
            Dalam rangka menjalankan kebijakan moneter, Bank Indonesi harus mempunyai jangkar nominal. Yang dimaksud dengan jangkar nominal adalah variabel nominal seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar.  Hal ini dibuat untuk dasar atau patokan bagi pembentukan harga.  Misalnya saja jika nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik.  Jangkar nominal ini juga berfungsi sebagai pedoman ke mana kebijakan moneter akan diarahkan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui dengan jelas arah inflasi ke depan, sehingga dapat membuat ekspetasi inflasi yang diperlukan dalam usahanya. Jika sasaran inflasi tidak tercapai maka Bank Indonesia akan memberikan penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengembalikan inflasi sesuai dengan sasarannya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.  Kewenangan yang dimiliki Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut adalah dengan menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Dengan demikian, tingkat keberhasilan Bank Indonesia lebih mudah diukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

            Dalam menetapkan targetnya, Bank Indonesia menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Alasan dipilihnya Indeks Harga Konsumen sebagai target Bank Indonesia antara lain adalah merupakan alat ukur paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK mengukur indeks biaya hidup. Sehingga hasil pengukuran Indeks Harga Konsumen selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu tersedia secara tepat waktu.
           
            Bank Indonesia juga berperan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka mengenai rencana kebijakan dan penetapan sasaran-sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan. Hal ini merupakan bentuk komitmen Bank Indonesia terhadap pengendalian laju inflasi. Masyarakat dapat mengetahui kondisi dan arah perekonomian di masa mendatang, sehingga dapat melakukan perencanaan kegiatan ekonominya dengan lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA